Temuan tersebut membuka peluang terhadap pengembangan obat anti rokok.
Sebagai informasi, tembakau berhasil membunuh 5 juta orang setiap tahun dan menjadi faktor penyebab 1 dari 10 kematian orang dewasa, dengan 90 persen di antara kematian itu terkait dengan kanker paru-paru.
CHRNA5 sendiri merupakan gen yang mengontrol sebuah reseptor, sebuah jalan masuk pada permukaan sel otak, yang juga bertugas merespon terhadap hadirnya molekul nikotin.
Jika otak manusia normal, asupan nikotin dalam dosis kecil sekalipun akan memicu reseptor tersebut mengirimkan pesan yang menyatakan “berhenti mengonsumsi benda ini” pada otak.
“Dosis yang lebih besar membuat otak mengeluarkan rasa jijik, serupa ketika tubuh mengonsumsi makanan atau minuman yang rasanya tidak enak,” kata Paul Kenny, ketua tim peneliti dari Scripps Research Institute, Florida, Amerika Serikat, seperti dikutip dari MedIndia, 1 Februari 2011.
Saat diuji pada tikus, efeknya berbeda jika sebagian kecil sub unit dari reseptor tersebut, bernama alpha5, disingkirkan. “Pesan penolakan tidak pernah dikirimkan ke otak. Akhirnya, tikus tidak bisa berhenti mengonsumsi racun yang diberikan padanya,” ucap Kenny.
Peneliti yakin, skenario serupa terjadi di sejumlah manusia. Dari pemindaian lebih lanjut, peneliti juga telah mengidentifikasi perubahan genetik yang menyebabkan alpha5 tidak berfungsi.
“Sekitar 30-35 persen populasi di Amerika Serikat diperkirakan memiliki salah satu bentuk gen CHRNA5 yang mendorong kecanduan nikotin menjadi tak terkendali,” kata Kenny.
Kenny menyebutkan, data yang didapatkan menjelaskan alasan mengapa individu yang memiliki variasi genetika tersebut memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengembangkan pola kecanduan terhadap tembakau.
Sumber : vivanews.com
Related Post
Kolom Komentar